Minggu, 19 Agustus 2007

REPORTASE TABLING - 4 AGUSTUS 2007

Perempatan Tol Reformasi, pada siang yang cukup terik










Senangnya bisa tabling FNB lagi walaupun jedanya cukup lama sejak FNB 1 Mei lalu, bertepatan dengan MayDay.Boleh dibilang kali ini sukses dan lancar, walau ada sedikit gangguan tapi para relawan Food Not Bombs-Makassar juga sukses mengalihkannya menjadi hal-hal yang lucu dan menyenangkan. Apa sih yang tanpa hambatan?
Seperti yang sudah disepakati dalam pertemuan-pertemuan sebelumnya, Idefix menjadi cookhouse, dan mungkin juga akan tetap seperti itu sampai kita mendapatkan tempat yang lebih terjangkau dari segala penjuru Makassar. Tapi Ipang bilang kalau untuk sementara persiapannya adalah menjadikan Idefix sebagai homebase sel Tamalanrea, jikalau nanti ada kawan-kawan lain yang sudah siap membentuk FNB Mks chapter lain. Tapi berhubung sangat belum siap, Food Not Bombs Makassar belum bisa dipecah-pecah menjadi bersel-sel. Butuh beberapa waktu dan proses lah. Untuk saat ini
Hampir tiap malam berkumpul membicarakan mulai dari menu, pengumpulan alat dan bahan, penyebaran list donator, pembagian job dll. Dan dari hasil kesepakatan untuk menunya Nasi, sup, dan sambal goreng tempe emmmhhh.
Butuh 2 minggu untuk menyiapkan semuanya. Sulitnya mencari waktu yang tepat dan bahan-bahan yang belum terpenuhi menyebabkan FNB sempat tertunda dari jadwal yang telah ditentukan sebelumnya begitu juga dengan tempat pelaksanaan. Dan akhirnya sehari sebelum tabling, berbagai bahan telah berhasil dikumpulkan seperti beras, sayuran (kentang, wortel, kol, tomat), tempe dan bumbu-bumbu pelengkap juga alat dan perlengkapan masak pun telah tersedia.

03 Agustus 2007, tepatnya jumat malam:
Idefix telah telah diramaikan oleh para relawan FNB, saatnya untuk mengolah semua bahan makanan. Ruang tengah tempat gerombolan KINETIK biasanya memutar film, untuk sementara dilalihfungsikan menjadi : dapur umum. Setiap orang mulai mengambil peran, dipandu oleh Ivi sang koki handal nan perfeksionis. Jamil, Eli, Abeng sibuk mengupas-ngupas kentang dan wortel. Ipang, Wawan, Acib, Susi dan Niar memotong-motong hasil kupasan mereka. Walaupun Acib dan Wawan sempat mendapatkan pelatihan singkat memotong wortel dari sang koki karena selalu gagal mendapatkan hasil potongan yang sempurna. Dan tanpa tetesan air mata, Ulla dengan lancar mengiris-iris bawang dibantu Wahyu dan Hera yang kerja sambilan dan selalu siap mobile ke pasar untuk membeli bahan yang kurang. Dan di belakang sana, Dedy si tangan jumbo tampak tegar menadah air dari keran untuk keperluan cuci mencuci, sayur dan beras. Beberapa teman yang lain mengiringi dengan alunan akustik yang selalu siap siaga menjadi pemeran pengganti. Tak lupa cipratan handal dari Madi sang fotografer muda berbakat mendokumentasikan semuanya. Hingga jam 24 : 00 semua dilewatkan dengan sangat menyenangkan,

04 agustus 2007, subuh menjelang pagi:
Pekerjaan dilanjutkan kembali. Ivi, Hera, Wahyu dan Himas mesti kepasar lagi membeli bahan dan bumbu yang masih kurang. Sang koki harus ikut karena meragukan kemapuan kamiberbeanja dipasar. Sedang Susi mulai mencuci beras dan menanak nasi, Dedy tetap setia dengan keran pastilah untuk menadah air. Piring, gelas, spanduk , meja dan tenda disiapkan oleh yang lain. Karena waktu yang dijadwalkan sudah dekat, pekerjaan mulai dipercepat. Hingga pukul 14:00. segala pekerjaan dipastikan beres. nasi, sayur dan sambal goreng spesial sudah siap, piring, gelas, galon dan ember untuk cuci-cuci juga sudah lengkap. Untuk mengangkut semuanya Sebuah angkot disewa menuju tempat tabling.

14:30 . tiba di tol reformasi, berdasarkan hasil kesepakatan tempat ini dipilih selain letaknya yang berada di pusat kota, berbagai lajur kendaraan umum berlalu lalang disana agar memudahkan untuk menyampaiakan pesan melalui selebaran juga publikasi secara langsung, selain itu tempat ini juga tempat nongkrong para loper koran, penjual mainan anak, tukang becak juga para buruh bangunan sehingga pembagian makanannya bisa tepat sasaran dan mungkin ini saatnya makan siang untuk mereka.
Sebuah tenda kecil dipasang. Ya! cuaca saat itu memang sangat panas. Spanduk hitam bertuliskan “Makanan gratis untuk semua” dipasang pinggir jalan . awalnya beberapa orang tampak ragu untuk datang, sehingga teman-teman harus mendekati dan memanggil mereka. Memastikan ini adalah makanan untuk semua dan tentunya “GRATIS” berbondong-bondong orang pun mulai datang. Cia, Susi, dan Niar mulai membagikan makanan pada mereka, yang lain membagikan selebaran untuk orang-orang yang datang saat itu, juga kepada para pengguna jalan. Sedang yang lainnya bergantian untuk mencuci piring. Ada juga yang mengajak ngobrol dan ikut makan bareng sambil tukar pikiran dan cari tahu tanggapan mereka tentang FNB. Kebanyakan memuji, tapi ada juga tak hentinya mengajukan banyak pertanyaan.
“Ini dananya dari mana?",
"Ini bakti sosial atau apa?",
"Ini ada hubungan dengan pilkada?"
"Tiap kapan? Dan dimana saja?" Dan banyak pertanyaan lain yang menurutku adalah refleksi bahwa masyarakat memiliki kekritisannya sendiri, kita hanya perlu metode untuk dapat berdialog dengan enak. Bukannya menjadi penceramah bagi mereka. Teman-temanpun berusaha sharing memberikan pemahaman tentang FNB kepada mereka. Selebaran pun sengaja dibuat dengan dengan bahasa yang sangat sederhana dan yang mudah dicerna tentang penjelasan FNB. dan tentu saja penekanan bahwa FNB bukanlah kegiatan amal dan sama sekali tidak ada hubungannya dengan pemerintah, apalagi dengan pilkada ataupun tim sukses salah satu calon gubernur. Malahan selebaran yang dibuat sebenarnya mengandung pesan Anti-Pilkada, lebih tepatnya Anti Elit Politik. Kiri atau Kanan!
Selama itu, hampir setiap mata yang lewat atau sekedar singgah di lampu merah, tertuju pada tenda FNB. dan tentu saja, dengan budaya dan kondisi sosial yang teratomisasi, kami tak luput dari respon-respon kurang mengenakkan dari beberapa orang yang diberikan selebaran seperti,
"Di rumah saya makanan juga gratis”,
“Apalagi ini? “ sambil mengerutkan muka
Atau ‘tim sukses ya?”
Pastilah bagi pada umumnya orang ini adalah sesuatu sangat aneh. Zaman dimana hidup adalah untuk diri sendiri, mungkin ini adalah aktivitas bodoh yang membuang-buang waktu dan menyiksa diri. Atau FNB tidak beda bedanya dengan kegiatan amal umumnya yang memiliki motif di balik itu.

Memberikan pemahaman tentang FNB mungkin adalah hal
tersulit dibandingkan dengan mengumpulkan bahan dan membagikan itu sendiri
.
Padahal pesannya sangat sederhana : “Makanan, siapa yang tidak membutuhkannya?” Ataukah mungkin orang-orang selalu merumitkan sesuatu ? Sudah deh, selama masih ada yang mau meluangkan waktu, masih ada yang kelebihan bahan makanan dan ingin membagikannya dan selama ini masih menyenangkan. Tenda kecil, spanduk hitam dan menu spesial akan tersaji dimana-mana. Dan tinggal membuat terus mendekati visi awal FNB.

pukul 17:00
Nasi dalam jumbo tinggal sedikit, walaupun sayurnya masih tersisa banyak. Semua dibereskan kembali. Saatnya untuk pulang. Seperti biasa semua aktifitas diakhiri dengan foto-foto bareng. So, kapan dong kita tabliing lagi?????????
(reported by : Elha Goldman)


0 komentar:

 
Powered by Blogger